banner 728x250
RAGAM  

Papuan Voice Akan Menggelar Festival Film Papua

banner 120x600

Tajuk Papua.Id, Jayapura – Ketua Papuan Voices, Harun Rumbarar mengaku pihaknya akan menggelar Festival Film Papua (FFP) 7 – 9 Agustus 2023 di Jayapura. Hal ini disampaikan Harun kepada di Sekretariat Papuan Voices, Waena, Senin (10/7/2023).

Berbeda dengan tahun sebelumnya, Kata Harun, FFP ke VI tahun ini  tidak melaksanakan ajang kompetisi film dokumenter bagi para sineas muda di Tanah Papua. Namun yang dilaksanakan 

penguatan kapasitas untuk anggotanya dan sineas muda Papua.

Fokus FFP ke VI adalah kegiatan workshop film dokumenter, nonton dan diskusi film dokumenter sebagai wadah untuk meningkatkan kesadaran dan kepercayaan terhadap identitas.

Menurut Harun, perkembangan dunia dengan segala kisahnya pada saat ini, terjadi juga dalam kehidupan masyarakat adat di Tanah Papua. Perubahan atau perkembangan ini terjadi hampir di segala aspek kehidupan masyarakat adat di Tanah Papua. Sumber daya alam yang kaya di Tanah Papua masih tetap dan selalu menjadi “primadona” daya tarik bagi semua orang dan pihak investor. Hal ini menyebabkan suburnya investasi di Tanah Papua.

“Suka tidak suka, mau tidak mau, situasi ini turut serta mempengaruhi kehidupan dan melahirkan persoalan baru di masyarakat adat Papua. Di sisi lain situasi politik Papua dengan lahirnya kebijakan pemekaran 4 daerah otonomi baru (Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Barat Daya) turut serta mempengaruhi kehidupan masyarakat adat di Tanah Papua,” ungkapnya 

Dari temuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kata Harus telah mengurai secara jelas ada empat persoalan utama di Tanah Papua. 

“Dua diantaranya adalah kegagalan pembangunan dan marginalisasi orang Papua . Tak dipungkiri bahwa ada pembangunan infrastruktur namun dua persoalan di atas sampai saat ini masih digumuli dan dikisahkan oleh masyarakat adat Papua,” ungkapnya.

Lebih lanjut Harun menjelaskan

  bahwa berbagai kisah masyarakat adat Papua dari beberapa wilayah di Tanah Papua dapat menjadi “cermin”  untuk mengamini temuan LIPI di atas. Di tahun 2022-2023, masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel masih terus berjuang untuk mempertahankan hutannya dari kepungan investasi. Mereka menyadari bahwa kehadiran investasi akan merusak hutan dan alamnya serta semakin memarjinalkan mereka 

“Hal yang sama juga dialami oleh masyarakat adat pemilik hak ulayat di daerah Grime Nawa (Kabupaten Jayapura), Suku Moi (Kabupaten Sorong) dan di wilayah-wilayah yang pernah mendapatkan program transmigrasi. Pembangunan masih sebatas di daerah transmigrasi. Pemukiman yang dihuni oleh masyarakat adat masih jauh dari sentuhan pembangunan,” jelasnya.

Ia menambahkan, Situasi seperti ini menuntut masyarakat adat Papua berusaha mempertahankan eksistensinya. Kisah Suku Awyu Boven Digoel yang digambarkan dalam film “Kesepakatan Rahasia Hancurkan Surga Papua” bisa menjadi rujukan untuk melihat persoalan masyarakat adat di Tanah Papua. Selain mempertahankan hutannya, Suku Auyu bekerja keras untuk merajut kembali jalinan kekerabatan atau kekeluargaan yang rusak karena kehadiran perusahaan di wilayahnya. 

“Generasi Muda Papua yang juga bagian dari masyarakat adat di Tanah Papua, dengan caranya mempertahankan warisan tradisi di tengah perkembangan zaman ini. Salah satu usaha yang selalu dilakukan adalah membangun kesadaran kolektif kaum muda akan jati dirinya,”tambahnya 

Di kampung-kampung banyak kisah menarik. Kisah masyarakat adat Papua menghadapi perkembangan zaman, derasnya investasi, krisis identitas. “Selain itu dari kampunglah banyak nilai dan kearifan lokal yang dapat menjadi bekal untuk menjelajahi perkembangan dunia saat ini,” tutupnya

(Ikbal Asra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *