Tajuk Papua.Id, Sentani – Salah satu peserta yang berasal dari Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur, Isnah Ayunda mengakui, pentingnya pemetaan wilayah adat dan perlindungan wilayah adat di Ibu Kota Negara (IKN).
Isnah, mengaku saat ini pihaknya masih berjuang untuk melakukan pemetaan di wilayah adat Ibu Kota Negara (IKN)
“Kami saat ini sedang berjuang untuk melakukan pemetaan di wilayah adat kami, banyak tantangan yang kami hadapi pertama itu adalah negara sendiri, karena IKN itu adalah kepentingan negara, bukan kepentingan masyarakat adat,” katanya.
Diakui selama ini masyarakat adat tidak pernah dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan, bahkan di dalam rancangan undang-undang IKN ini, masyarakat adat khususnya perempuan adat, tidak pernah dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan.
“Berdasarkan identifikasi wilayah adat yang terdampak adanya Ibu Kota Negara di Kabupaten Penajam Paser Utara ada empat komunitas adat yang sangat terdampak. yaitu wilayah adat Balik Sepaku, wilayah adat Pemaluan, wilayah adat Maridan, wilayah adat Mentawer,” kata Isnah.
Isna mempertanyakan klaim pemerintah bahwa di kawasan IKN tidak ada masyarakat adatnya. Sementara ada lima wilayah adat yang sudah hidup turun temurun di IKN.
Ia menjelaskan, untuk saat ini ada empat komunitas adat yang sudah melakukan pemetaan secara indikatif, hasil tersebut sudah dituangkan ke dalam peta dasar Rupa Bumi terbitan BIG tahun 2015.
“Jadi berdasarkan luas indikatif wilayah adat yang berada di wilayah IKN. Balik Sepaku itu ada 40.108, 31 H, Pemaluan 27.827,29 H, Maridan 8.267,59 H dan Mentawir 29.219,30 H sekian hektar,” jelasnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan wilayah adat yang diklaim negara tidak ada penghuni atau masyarakatnya tidak benar.
“Nah keterlibatan masyarakat adat mengidentifikasi wilayah adat, maka akan diketahui bahwa adat itu ada pemangku adat, kami melibatkan pemangku adat yang memang sangat antusias dan merasa wilayah adatnya terancam dan juga tokoh masyarakat adat,” tuturnya.
Ayunda juga menuturkan disana pentingnya keterlibatan pemuda adat dalam melakukan identifikasi. Hal ini sangat penting ketika pemangku adat dan tokoh masyarakat adat memaparkan terkait masalah kawasan wilayah adatnya.
“Pemuda adat itu meregenerasi untuk masyarakat adat, selanjutnya yang harus tahu ini adalah wilayah adatnya, jangan sampai nanti hilang wilayah adatnya lalu mereka tahu, seperti itu,” pintanya.
Selain itu ada juga peran perempuan adat
sangat penting, untuk dilibatkan dalam pemetaan indikatif di wilayah adat IKN. Kenapa sangat penting? karena di dalam wilayah adat itu, ada hak kolektif perempuan adat.
Kebanyakan perempuan adat yang mengetahuinya, terkadang perempuan adat itu hanya dikatakan untuk mengurus tiga hal pertama dapur, kedua sumur, kemudian kasur. Itu yang terjadi di IKN.
“Sehingga tidak perlu Pemerintah mengatakan wilayah adat di IKN itu tidak ada yang namanya masyarakat adat. Saya bilang itu wajar, karena perempuan adatnya didiskriminasi oleh para tokoh-tokohnya,” terangnya.
Mereka mengatakan perempuan adat itu tidak memiliki suara, tidak memiliki pengetahuan. Padahal perempuan adat itu 80% sangat memiliki pengetahuan di wilayah adatnya, seperti itu,” tutupnya. (MC)